“Rabu Sore: Ada Tawa dan Air Mata”
Oleh Lekat S. Amrin
PERLU menyampaikan analisa atau catatan bagi para Calon Legistif tahun 2024 ini. Mungkin terasa bombastis judul di atas, yaitu; Catatan Para Caleg, “Rabo Sore: Ada Tawa dan Air Mata.” Tentu saja ada dasar untuk mengambil judul tersebut. Tidak juga dengan sembarangan menyatakan kalimat itu, sebagai topik pembahasannya.
Bahwa para calon legislatif, baik untuk DPRD Kabupaten, Provinsi, dan Pusat, bahkan DPD RI adalah orang-orang terpilih. Setidaknya telah terpenuhi syarat pencalonan sesuai regulasi yang ada. Terkait kapasitas, kemampuan, dan integritas adalah hal lain pada topik yang kita bicarakan saat ini.
Berdasarkan investigasi yang penulis lakukan secara intensif terkait persiapan kompetisi Calon Legislatif DPRD Kabupaten dan DPRD Provinsi, maka ada sisi lain yang luar biasa. Saya mengamati dan sebagian ada yang diwawancarai, maka kesiapan yang dimaksud bukan terkait dengan kesanggupan mengemukakan strategi berjuang untuk rakyat. Melainkan kesiapan soal finansial (uang) untuk digelontorkan dalam rangka membeli suara.
Ini saya anggap luar biasa. Karena kesiapan itu ternyata bukan karena Caleg berada pada posisi kemapanan dan kaya raya, tetapi justru kesiapan finansial itu didapatkan dari menjual harta atau aset yang ada. Sekali lagi, ini fenomena yang luar biasa, hanya karena ingin berkompetisi untuk menjadi wakil rakyat yang hanya 5 tahun lamanya, semua dipertaruhkan dengan perjuangan yang penuh ketidakpastian.
Ada yang menjual sawah, melesingkan kendaraan, menjual kebun sawit berhektar-hektar, bahkan ada yang nekad menggadaikan atau menjual rumah yang saat ini sedang ditinggalinya. Betul-betul ini sikap yang mencengangkan kita semua. Ini sikap waras, atau kegilaan untuk mecapai kedudukan?
Oleh karena itu, berikut ini saya ingin mencoba mengingatkan kembali terkait fungsi dan tugas anggota dewan itu hanya tiga; fungsi anggaran, fungsi legislasi, dan fungsi kontrol. Hanya itu saja. Soal strategi pembangunan itu semua ada pada eksekutif. Ada pada kewenangan Bupati/walikota, Gubernur dan Presiden.
Maka yang ingin saya tegaskan di sini bahwa anggota dewan itu tidak bisa berbuat banyak ketika eksekutif tidak kompromi terhadap legislatif, karena kewenangan itu total ada di eksekutif, dan regulasi itu power ful (berpihak) pada mereka. Presiden bisa membuat Perpres, Gubernur dapat membuat Pergub, dan Bupati/Walikota dapat membuat Perbup dan Perwalkot. Keuangan DPRD itu sangat tergantung di aturan eksekutif tersebut. Itu sangat jelas di semua regulasi yang ada di berbagai tingkatan.
Bahkan sudah diatur pun oleh Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, persoalan keuangan DPRRI/DPRD itu masih dipelototi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tak ada kompromi, demi menyelamatkan uang Negara.
Oleh karena itulah yang terjadi pada 24 anggota Dewan Kaur yang sudah dipublikasi oleh Kejari Kaur, terkait kemungkinan Tuntutan Ganti Rugi (TGR) akan berlanjut ke Pidana Khusus (Pidsus), bila tidak diselesaikan secepatnya. Kasus ini pun terjadi pada anggota DPRD Kabupaten daerah lain. Ini semua buntut pemeriksaan BPK RI.
Jadi, kenapa Calon Legislatif (tentu tidak semua), sampai “Gila-gilaan” menghabiskan semua yang dimiliki, kalau fakta dan rekam jejak mengancam integritas dan kehormatan. Jadilah kita ini sebagai orang yang waras dan selalu mengedapankan etika dan moral.
Maka, dari komepetisi “gila” ini, maka dapatlah dibayangkan pada tanggal 14 Februari 2024, hari Rabo sore, para calon legislatif akan terjadi dua peristiwa. Yaitu: peristiwa tertawa, dan peristiwa mengurai air mata. Tertawa bagi yang menang, dan mengurai air mata bagi yang kalah. Yang menang masih dapat berharap mengembalikan harta, yang kalah…? Jawab sendirilah oleh para pembaca.(#)
Penulis adalah Ketua Umum Forum Komunitas Peduli Bengkulu (FKPB) provinsi Bengkulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar