Mari kita tingkatkan pola hidup sehat, budayakan sering cuci tangan, Jaga jarak, cegah covid-19                                                                                                                                                                                                                                                               

Kamis, 18 April 2024

“LEBARAN TANPA BAJU BARU”

 Cerita Pendek:


 

Karya Lekat S. Amrin

 

IBRAHIM “Boim” Rahmat tau bahwa semua  ingin dia melupakan segalanya. Tidak terkecuali teman-teman  kerjanya di stasiun TV swasta tempatnya berkarya. Mereka bahkan menyimpulkan, bahwa peristiwa kecelakaan itu adalah takdir. 

“Semua yang kita jalani adalah takdir, Boim,” demikian kata Amir Gaban Siregar, sahabat Boim dari Mandailing Natal.

 Boim paham, dan mengerti semua yang disampaikan sahabatnya itu. Bahkan kenikmatan dan kesuksesan semua adalah kenyataan takdir yang diterima setiap orang. Apa lagi peristiwa getir dan menyedihkan yang dialaminya adalah takdir yang harus diterimanya sebagai bentuk cobaan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Tetapi Boim selalu bertanya, kenapa peristiwa itu seakan tak mau hilang dari benaknya. Bagai hantu yang membuatnya tidak berdaya.

Betapa peristiwa bermula dari petugas penyelamatan kecelakaan menelponnya, menggunakan Hand Phone istrinya. Petugas itu mengabarkan bahwa  bis Jakarta – Bengkulu telah terjadi kecelakaan di perbukitan Lampung Barat. Dan seorang ibu muda bernama Maya serta seorang putri kecil dalam dekapannya telah meninggal dunia.

“Di antara korban lain yang sedang diupayakan evakuasi, telpon genggam ibu Maya kami temukan, dan nomor Bapak kami telpon karena tertulis sebagai “Papa”,” kata petugas itu menjelaskan.

Boim terhenyak. Dia meraung di kantor TV tempat dia bekerja saat itu. Semua karyawan lain terkejut. Dalam suara tangis, Boim berucap bahwa istri dan putri kecilnya yang berangkat sore kemarin telah meninggal dalam kecelakaan di Lampung Barat. Istri dan anaknya duluan berangkat naik bis mau mudik ke Bengkulu untuk berlebaran bersama keluarga

Semua kru TV Jakarta itu pun melakukan komunikasi dengan para jurnalis televisi di Krui Pesisir Barat. Dan benar, kecelakaan bis itu sangatlah parah. Dari ketinggian 100 meter bis bermuatan hampir seratus penumpang itu meluncur ke dasar jurang di Bukit barisan Selatan Sematera.

Berapa jam kemudian, hampir semua tv menyiarkan berita itu sebagai topik berita yang sangat viral karena menelan korban meninggal puluhan orang.

Sementara Boim, dengan dibantu teman-temannya sesama jurnalis televisi yang sekaligus akan meliput berita itu, mereka terbang bersama ke kota Bengkulu. Keluarganya sudah menunggu Boim datang dari Jakarta, sementara mayat istri dan putri Boim berangkat dari Lampung Barat perbatasan Bengkulu – Lampung, menuju kota Begkulu memakai mobil jenazah.

Sungguh tragis peristiwa yang dihadapi Boim. Hampir tak terasa tubuhnya melayang bersama pesawat yang menerbangkannya menuju kota Begkulu. Tak terasa pula dia dibimbing semua sahabatnya ketika menerima mayat istri dan anaknya baru tiba pula di rumah dukanya, yang sudah terbujur kaku tidak bernyawa lagi.

Boim kembali meraung sambil memeluk tubuh dua orang yang sangat dicintai dan disayanginya itu. Amir Gaban Siregar sahabatnya sambil membimbing lelaki itu selalu mengingatkan Boim untuk menyebut nama Tuhan sekali pun dalam kesedihan mendalam akibat peristiwa tragis kecelakaan itu.

Peristiwa itu telah berlalu setahun yang lalu. Kini Boim mestinya sudah melupakannya. Tapi betapa sulit melupakan wajah orang yang dicintainya itu. Kesibukan demi kesibukan, seharusnya telah menelan kepahitan dan kegetiran yang dialaminya. Boim mencoba memahami tentang doa dan kepasrahan kepada Yang Kuasa. Bahwa hidup adalah cobaan, dan peristiwa adalah cara Tuhan untuk menguji keimanan setiap manusia.

Ditengah Boim banyak melamun, hanya seseorang pelayan warung makan di kaki lima apartemannya yang selalu menghiburnya setiap saat. Nama wanita muda itu bernama Hanum. Dia sangat ramah setiap melayani Boim sarapan pagi, atau makan malam di warung makan kaki lima apartemen.

“Mas akan mudik lebaran tahun ini?” kata wanita bernama Hanum itu sambil menghidangkan makanan di atas meja di hadapan Boim.

Boim mengangkat wajah. Dan wanita itu pun tersenyum.

“Pasti mudik, mbak Hanum. Saya harus ziarah ke kubur istri dan putri saya,” sahut Boim.

“Ya, sudah seharusnya mas Boim. Saya pun selalu mendoakan almarhumah mbak Maya dan putrimu mas. Semoga keduanya istirahat dengan tenang di sisi-Nya,” kata Hanum pula.

“Amin, mbak Hanum. Terima kasih,” Boim benar-benar terharu dengan ucapan Hanum. Sampai-sampai Boim tanpa sadar menyalami dan mencium tangan wanita pelayan itu. Dan wanita itu pun hanya tersenyum, sambil berpamitan untuk melayani pengunjung lain.

Waktu pun terus merambat dan berlalu. Saat waktunya tiba, Boim benar-benar pulang mudik ke kota Bengkulu. Di sore yang indah, Boim pergi mengunjungi kuburan jenggalu kota Bengkulu. Ada ramai orang-orang para peziarah yang lain.

Boim membaca doa untuk almarhumah istri dan putrinya. Lama boim di kuburan itu, sampai dia tersadar ketika seseoang melintas di kejauhan koridor kuburan hadapannya. Wanita itu adalah Hanum, orang yang selalu melayaninya sepanjang tahun di rumah makan apartemennya.

“Hanum!” panggil Boim dengan suara agak keras.

Tapi wanita itu tidak menjawab. Dia hanya berbaur dengan pengunjung lain yang lalu lalang. Dalam diam Boim berbisik, mohon izin pada almarhumah istri dan putrinya untuk pamit, dan dia ingin menemui Hanum, wanita yang sangat baik padanya selama di Jakarta.

Tetapi ketika dia mau melangkah menuju arah wanita itu, pandangannya sudah kehilangan sesosok wanita itu. Boim benar-benar panasaran. Dalam kebingungan, Boim yakin wanita misterius itu adalah Hanum.  Dia pun tidak kehilangan akal, segera menelepon ke nomor handphone Hanum yang sudah dimintanya tiga bulan yang lalu.

Tetapi nomor itu sudah tidak aktif lagi. Hal inilah yang membuat Boim betul-betul tanpa menyadari tiba-tiba merasa mengkhawatirkan wanita itu. Tiba-tiba pula dia harus menemui wanita itu. Bagai kehilangan pertimbangan lain, Boim langsung menuju bandara Fatmawati degan grab yang dipesannya.

Tiket pun langsung dipesannya untuk terbang ke Jakarta. Boim ingin memastikan Hanum dalam keadaan baik-baik saja.

Dengan taksi yang dipesannya, Boim langsung menuju apartemen sambil memanjatkan doa bahwa Hanum tidak mengalami peristiwa yang mengkhawatirkannya.

Baru sampai di pelataran depan,  Boim melihat Hanum berdiri di depan rumah makan itu. Wanita itu seperti ada yang ditunggunya. Dia pun berlari menghampiri wanita itu. Boim pun memeluk Hanum seperti baru berjumpa setelah bertahun terpisah.

Hanum terkejut. Dan semua orang pun mengarahkan padangan pada mereka.

“Ada apa mas Boim?!” tanya Hanum masih dalam keterkejutannya.

“Saya tidak mau kehilanganmu, Hanum. Saya ingin kau baik-baik saja,” kata Boim.

“Iya, saya baik-baik saja kok. Saya menunggu taksi, mau ke mall hendak beli baju lebaran. Oh ya,  bukankah kamu bilang mau mudik ke Bengkulu?” kata Hanum pula.

“Ya Hanum. Saya sudah ziarah ke makam istri dan putri saya, tapi saya melihat kamu melintas di kuburan itu. Namun ketika saya panggil kamu tidak menyahut. Saya sangat khawatir Hanum. Nomor kamu pun ketika saya telpon tidak aktif,” sahut Boim sambil melonggarkan pelukan.

Hanum memandang mata Boim. Ditatapnya wajah lelaki itu secara seksama. “Boim, kamu masih depresi. Kamu belum sembuh. Ayo ikut saya, kita jalan-jalan ke mall,”ajak Hanum sambil meraih lengan Boim.

Lelaki itu mengangguk. Dia pun mengikuti. Di dalam taksi Hanum mengatakan akan membelikan hadiah lebaran sebuah baju baru untuk Boim. Tapi Boim menggelengkan kepala. “Biarlah saya lebaran tidak pakai baju baru. Cukup saya lebaran bersama Hanum,” kata Boim.

Hanum tersnyum sambil mengangguk. Taksi pun terus melaju, dan mendekat pada kantor praktek dokter psikiater terkenal di Jakarta. Bukan ke mall yang dibicarakan semula.

“Ayo Boim, kita turun untuk masuk ke gedung itu,” kata Hanum.

Boim pun mengikuti terus langkah Hanum.

Wanita itu adalah psikiater. Dia dipercaya stasiun tv terkenal di Jakarta untuk mengawasi Ibrahim “Boim” Rahmat, seorang presenter terkenal. Dia  masih terpengaruh depresi berat karena kecelakaan menimpa anak istrinya hingga meninggal,  setahun lalu.(#)

Penulis adalah Pimpinan Sanggar Seni Serunting Sakti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar